Analisis Yuridis Potensi Sumber Daya Kelautan Indonesia Diintegrasikan dengan Urgensi Rancangan Undang-undang tentang Landas Kontinen (Bagian 1)

Oleh: Dekan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Batam, Dr.H.Idham,SH.,M.Kn

Konstruksi judul jurnal ini, adalah Analisis Yuridis Potensi Sumber Daya Kelautan Indonesia Diintegrasikan Dengan Urgensi Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen, dengan rumusan permasalahan yaitu: -Bagaimana Urgensi Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen Diintegrasikan dengan Pengelolaan Sumber daya Kelautan dan Penegakan hukumnya; -Apa Landas Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen; -Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan atas Undang-Undang dimaksud; dan -Apa saja materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut. Metodologi penulisan jurnal ini menitikberatkan kepada legal research, dengan menggunakan data sekunder dan primer, dan jenis penulisannya adalah hukum normatif dan didukung dengan hukum sosiologis (empiris), dan menggunakan teori hukum Jeremy Bentham, teori kebahagiaan (utilitarianisme). Hasilnya menunjukkan pembentukan Undang-Undang tentang Landas Kontinen sangat diperlukan bagi bangsa dan Negara Indonesia. Hal itu sangat urgen/penting, karena Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki potensi sumber daya kelautan yang melimpah sebagai aset, potensi dan kekayaan nasional, untuk meneguhkan kedaulatan bangsa dan Negara, dan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat seluruh Indonesia. Disarankan, harus fokus dengan integritas yang bertanggungjawab, untuk mewujudkan Landas hukum yaitu Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan meneguhkan Indonesia adalah Negara hukum, dan dilandasi dengan paradigma Akhlak Mulia Ikhlas Lahir Batin yang Membumi (the paradigm of noble morals, sincere born and inner grounded), demi mempercepat terwujudnya Negara   berkesejahteraan rakyat (welfare state).

Kata Kunci: Sumber Daya Kelautan; dan -Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen.

Latar Belakang

Judul jurnal ini adalah Analisis Yuridis Potensi Sumber Daya Kelautan Indonesia Diintegrasikan Dengan Urgensi Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen. Menelisik atas konstruksi judul jurnal dimaksud, ada beberapa variabel yang sebelumnya patut untuk diberikan penjelasan. Beberapa variabel itu adalah yang terkait dengan analisis yuridis atas potensi sumber daya kelautan yang dimiliki bangsa dan Negara Indonesia, dan variabel berikutnya adalah yang berhubungan urgensi atas akan diprosesnya pembentukan Undang-Undang (law making process) tentang Landas Kontinen. Berkenaan dengan hal dimaksud, dalam bagian ini akan disajikan penjelasan yang berkaitan dengan analisis yuridis potensi sumber daya kelautan yang dimiliki bangsa dan negara Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagian besar luas wilayahnya adalah terdiri dari lautan, yaitu lebih kurang sebesar 62 % dari total keseluruhan wilayah negara Indonesia. Dalam pada itu, Indonesia memiliki 17.499 pulau, dengan luas total wilayah Indonesia sekitar 7.81 juta Km2. Atas keberadaan luas Indonesia yang demikian itu, intinya adalah 3.25 juta Km2 merupakan wilayah lautan dan 2.55 juta km2 adalah merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Berarti, hanya sekitar 2.01 juta Km2 berupa daratan. Berkenaan dengan hal tersebut, bahwa Negara Indonesia adalah merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. (https://www.google.com/search?q=letak+geografis+negara+indonesia&rlz, dikutip, Jumat, 1 Oktober 2021, pkl.11; 23WIB).

Dengan kondisi yang demikian, sesungguhnya negara dan bangsa Indonesia sangat memiliki potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya kelautan. Tentu hal tersebut, terutama dalam dimensi sebagai aset dan sumber kekayaan nasional, yang dapat disimpulkan potensi sumber daya alam dan kelautan itu, ada, terdapat dan terletak di wilayah lautan. Dengan kata lain, bahwa negara dan bangsa Indonesia sangat memiliki harta karun yang melimpah di lautan, yaitu berupa potensi ekosistem dari sumber daya kelautan yang ada dan terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendayagunaan (G. Kartasapoetra, dkk, 1991) atas Potensi sumber daya kelautan yang dimiliki bangsa dan Negara Indonesia itu, sejatinya terhampar di wilayah lautan Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai ke pulau Rote. Dalam konteks ini, bahwa upaya yang sedang dilakukan yaitu dengan membentuk pengaturan hukum dengan (Idham, 2021) pendekatan konstitusionalisme yang berlaku di laut, baik itu aturan hukum nasional yang diselaraskan dengan konvensi hukum laut internasional, sejatinya adalah untuk “meneguhkan paham kedaulatan bangsa”. Artinya, bahwa keberadaan potensi sumber daya kelautan Indonesia itu,   sesungguhnya dalam konteks penyelenggaraan (M. Solly Lubis, 1996) dimensi dan sistem pembangunan dan kepemerintahan adalah merupakan wajah bangsa, merupakan beranda dan halaman depan rumah bangsa, dan sekaligus untuk mempertahankan dan melindungi marwah dan harga diri bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karena itu, Negara dan/atau Pemerintah wajib mewujudkan peneguhan paham kedaulatan bangsa dan Negara Indonesia melalui wilayah laut di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan segera membentuk Undang-Undang tentang Landas Kontinen.

Relevan dengan hal tersebut di atas, terutama diintegrasikan dengan luasnya wilayah Negara Indonesia sebagian besar wilayahnya adalah lautan sekitar 62% dari total seluruh wilayah negara Indonesia, sejatinya secara existing Indonesia sangat memiliki potensi sumber daya kelautan yang sangat luar biasa kandungannya, satu diantaranya potensi sumber daya perikanan. Berkenan dengan hal ini, bahwa sumber daya perikanan adalah salah satu sektor yang diandalkan untuk pembangunan nasional. Pada tahun 2019, nilai ekspor hasil perikanan Indonesia mencapai Rp 73.681.883.000 dimana nilai tersebut naik 10.1% dari hasil ekspor tahun 2018. Hasil laut seperti udang, tuna, cumi-cumi, gurita, rajungan serta rumput laut merupakan komoditas yang dicari. Banyaknya hasil produksi perikanan di Indonesia perlu dipertahankan dan dijaga. Tanpa pengelolaan dan pengawasan yang baik, perikanan di Indonesia rentan terjadi pelanggaran.

Pembentukan kawasan konservasi perairan merupakan salah satu usaha Indonesia dalam menjaga kelangsungan sumber daya perikanannya. Selain sebagai bentuk perlindungan dan pelestarian, kawasan konservasi perairan juga berfungsi sebagai penggerak ekonomi melalui program pariwisata alam perairan dan sebagai tanggung jawab sosial untuk menyejahterakan masyarakat. Pembentukan kawasan konservasi perairan diharapkan dapat menjaga jumlah dan kualitas stok ikan agar tidak terjadi eksploitasi yang berlebihan. Hingga akhir Desember 2019, kawasan konservasi perairan saat ini memiliki luas mencapai 23,14 juta hektar atau sekitar 7,12 persen dari luas perairan yang dimiliki Indonesia. Dari jumlah itu, 166 kawasan dikelola oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan serta 30 kawasan lain dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan terbentuknya kawasan konservasi perairan seluas 32,5 juta hektar atau sekitar 10 persen dari luas perairan Indonesia pada tahun 2030.

Agar tercapainya target konservasi yang telah dicanangkan, Indonesia harus bekerja keras. Tujuan besarnya adalah pemanfaatan secara efektif sumberdaya perikanan yang ada dan juga menjaga ketersediaannya. Dengan kekayaan sumberdaya laut perikanan yang dimiliki dan pengelolaan sumberdaya yang baik melalui pembentukan kawasan konservasi perairan, Indonesia pasti mampu menjadi pemimpin di sektor kelautan dan perikanan (kkp.go.id/djprl/artikel/21045- konservasi perairan sebagai-upaya-menjaga-potensi-kelautan-dan-perikanan-Indonesia, dikutip, jumat, 1 Oktober 2021, pkl.11;27WIB). Sejalan dengan hal ini, menurut pendapat penulis program mengenai pembangunan masa depan atas keberadaan masyarakat yang sudah bertempat tinggal turun-temurun di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil juga secara konkrit harus dilaksanakan oleh Negara/Pemerintah secara berkelanjutan. Intinya, Negara/Pemerintah harus (Romli Atmasasmita, 2001) mencerdaskan dan memakmurkan terhadap seluruh warga masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Elfindri, dkk, 2009).

Relevan dengan hal tersebut di atas, terutama yang berkaitan dengan begitu luar biasanya sumber daya kelautan yang melimpah yang telah diberikan oleh Allah Subhana wa ta’ala-Tuhan Yang Maha Esa sebagai karunia, rahmat dan berkah kepada bangsa dan Negara Indonesia. Untuk itu, sudah seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia, bersyukur dan bertafaqur seraya menancapkan tekad, niat yang baik dan lurus serta berintegritas dengan Landas Paradigma Akhlak Mulia Ikhlas Lahir Batin yang Membumi (the paradigm of noble morals, sincere born and inner grounded ) untuk segera bergegas mengelola, merawat, menjaga, memelihara, dan melindungi secara berkelanjutan (sustainability) atas semua karunia yang telah diberikan oleh Allah Subhana wa ta’ala-Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa dan Negara Indonesia tersebut, terhadap semua potensi sumber daya kelautan yang sangat melimpah ruah dimaksud.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, menurut pendapat penulis memang sudah seharusnya Negara/Pemerintah dan seluruh stake holder bangsa dan negara Indonesia segera membentuk pengaturan hukum khusus mengenai pengelolaan sumber daya kelautan dan penegakan hukum di perairan dan/atau di laut wilayah Indonesia dalam suatu Undang-Undang tentang Landas Kontinen dimaksud. Berkenaan dengan hal tersebut, dan sekaligus merujuk kepada TOR (Term of Reference) dari Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tentang Potensi Sumber Daya Kelautan Diintegrasikan Dengan Urgensi Rancangan Undang-Undang Landas Kontinen, yang menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya kelautan dan penegakan hukum di perairan atau laut, secara umum diartikan yaitu sebagai suatu kegiatan Negara atau aparaturnya berdasarkan kedaulatan negara dan/atau berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum Internasional yang bertujuan agar peraturan hukum yang berlaku di laut, baik itu aturan hukum nasional maupun aturan hukum internasional dapat diindahkan atau ditaati oleh setiap orang atau badan hukum termasuk negara sebagai subjek hukum, dan dengan demikian dapat tercipta tertib hukum Nasional maupun tertib hukum Internasional.

Dalam pada itu, dinyatakan bahwa pengelolaan sumber daya kelautan, penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi Hukum Internasional, dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Untuk itu berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the sea 1982 (LN.1985-76, TLN.3319). Artinya, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the sea 1982 tersebut, Indonesia mempunyai kewajiban untuk tunduk pada konvensi ini, sehingga segala kebijakan Indonesia di bidang kelautan dan perikanan harus sesuai dengan ketentuan tersebut. Konvensi ini memberikan kepada Indonesia wewenang yang lebih besar untuk mendayagunakan segenap sumber daya kelautan di wilayahnya sampai ke luar batas-batas wilayah Negara yaitu Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Landas Kontinen.

Sejalan dengan penjelasan di atas lebih lanjut disebutkan bahwa Indonesia sesungguhnya adalah merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang memiliki posisi geografis yang sangat strategis. Jumlah pulau di Indonesia yang resmi tercatat mencapai 16.056 pulau. Kepastian jumlah ini ditentukan dalam forum United Nations Conferences on the Standardization of Geographical Names (UNCSGN) dan United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) yang berlangsung pada 7-18 Agustus 2017 di New York, Amerika Serikat. Adapun garis pantai Indonesia sepanjang 99 .093 km2. Luas daratannya mencapai sekitar 2,012 juta km2 dan laut sekitar 5,8 juta km2 (75,7%), 2,7 juta km2 diantaranya termasuk dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Laut Indonesia yang luasnya 2,5 kali lipat dari wilayah daratan pastinya memiliki potensi yang sangat besar, baik dari segi kekayaan alam maupun jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan ekonomi pada tingkat lokal, regional, dan nasional. Saat ini, telah terindikasi 66 (enam puluh enam) cekungan migas diseluruh Indonesia, sebagian besar berada di darat dan laut dangkal perairan teritorial, dan hanya beberapa cekungan yang berada pada landas kontinen (cekungan busur muka).

Relevan dengan hal tersebut di atas, terutama yang berkaitan dengan begitu luar biasanya sumber daya kelautan yang melimpah yang telah diberikan oleh Allah Subhana wa ta’ala-Tuhan Yang Maha Esa sebagai karunia, rahmat dan berkah kepada bangsa dan Negara Indonesia. Untuk itu, sudah seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia, dalam perspektif (M.Solly Lubis, 1994) filsafat harus bersyukur dan bertafaqur seraya menancapkan tekad, niat yang baik dan lurus serta berintegritas dengan Landas Paradigma Akhlak Mulia Ikhlas Lahir Batin yang Membumi (the paradigm of noble morals, sincere born and inner grounded ) untuk segera bergegas mengelola, merawat, menjaga, memelihara, dan melindungi secara berkelanjutan atas semua karunia yang telah diberikan oleh Allah Subhana wa ta’ala-Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa dan Negara Indonesia tersebut, atas semua potensi sumber daya kelautan yang sangat melimpah ruah dimaksud. Oleh karena itu, bagi bangsa dan negara Indonesia sangat penting untuk segera menuntaskan proses pembentukan peraturan perundang-undangan (law making process) mengenai Landas kontinen (continental shelf) tersebut.

Pembentukan (Idham, 2010) peraturan perundang-undangan (law making process) tersebut juga dimaksudkan untuk mengamankan kepentingan nasional Indonesia di laut, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati. Penetapan batas landas kontinen ini tentunya akan sangat menguntungkan Indonesia karena akan mengakui hak penguasaan, pengelolaan, dan pemanfaatan sumber daya alam pada wilayah landas kontinen pemanfaatan potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya kelautan di Landas Kontinen ditujukan untuk melindungi kepentingan nasional termasuk kepentingan (M.Solly Lubis, 1988) strategis pertahanan keamanan Negara. Perizinan hanya akan diberikan jika bermanfaat bagi kepentingan nasional dan tidak membahayakan keselamatan dan keamanan Negara. Hasil yang diperoleh harus menguntungkan perekonomian nasional, mendukung pembangunan demi kesejahteraan seluruh Bangsa Indonesia dan membuka kemungkinan terjadinya alih teknologi.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh penulis dari TOR (Term of Reference) dari Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) tentang Potensi Sumber Daya Kelautan Diintegrasikan Dengan Urgensi Rancangan Undang- Undang Landas Kontinen tersebut, bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen dimaksud, adalah merupakan inisiatif dari Pemerintah. Rancangan Undang-Undang tersebut telah disampaikan oleh Presiden kepada Ketua DPR-RI melalui Surat Presiden RI Nomor: R-42/Pres/10/2020 tanggal 8 Oktober 2020 perihal RUU tentang Landas Kontinen dan menugaskan Menteri Perikanan dan Kelautan, Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Pertahanan untuk bersama-sama maupun sendiri-sendiri mewakili Presiden dalam pembahasan RUU tersebut di DPR-RI. Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen telah masuk dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2021 untuk diprioritaskan pembahasan dan penyelesaiannya dan saat ini sedang dalam Pembicaraan Tingkat I di Panitia Khusus (PANSUS) DPR RI. RUU Landas Kontinen merupakan RUU yang bersifat kewilayahan/pengakuan wilayah yaitu wilayah laut.

Pengaturan landas kontinen muncul pertama kali melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (LN.1973-1, TLN.2994). Undang-undang tersebut mengacu pada ketentuan Konvensi Jenewa 1958 tentang Landas Kontinen dan sampai saat ini belum dibuat revisi atau penyesuaian dengan ketentuan landas kontinen sebagaimana yang diatur dalam United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut 1982. Permasalahan lain yang timbul dalam Landas kontinen saat ini antara lain yaitu ketidakjelasan pengaturan mengenai pengawasan, sarana dan prasarana pengawasan/teknologi di Landas Kontinen, penegakan hukum dan Komisi Landas Kontinen. Selain itu, terdapat permasalahan juga dalam pelaksanaan kegiatan landas kontinen yaitu perlu diatur mengenai kewenangan, perizinan, investasi, koordinasi, dan kewenangan pengejaran seketika di landas kontinen, serta sanksi dan mekanisme ganti kerugian di landas kontinen. Pelaksanaan FGD ini sejalan dengan kebutuhan untuk membentuk RUU terkait pelaksanaan fungsi DPR itu sendiri di bidang legislasi. FGD ini penting karena proses penyusunan peraturan perundang-undangan merupakan hal yang penting untuk dipahami dan dipelajari lebih mendalam. Hal ini diperlukan agar setiap pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses pembentukan undang-undang mengetahui dan memahami sehingga dapat menghasilkan produk perundang-undangan yang kredibel dan baik yang sesuai dengan amanat rakyat, yaitu sesuai dengan (TOR-Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Potensi Sumber Daya Kelautan Diintegrasikan Dengan Urgensi Rancangan Undang-Undang Landas Kontinen-2021).

Discover more from Kepri Global

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading