Oleh: Dekan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Batam, Dr.H.Idham,SH.,M.Kn
Landas Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis mengenai Urgensi Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen
Dalam bagian ini, untuk selanjutnya akan disajikan pembahasan dan/atau analisis terkait dengan Landas filosofis, sosiologis dan yuridis mengenai urgensi Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut. Sebelumnya, akan dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan Landas filosofis, sosiologis dan yuridis tersebut. Relevan dengan hal dimaksud, bahwa yang dimaksudkan dengan Landas filosofis adalah merupakan suatu konstruksi pemikiran yang berisikan dasar pertimbangan yang bersifat (Idham, 2016) paradigmatik filosofis (philosophy of paradigm), yang memberikan pengarusutamaan bahwa peraturan perundangan-undangan yang akan dibentuk harus mewujudkan berlandaskan Dasar Negara, pandangan hidup bangsa dan jiwa/kepribadian bangsa yaitu Pancasila sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, bahwa Landas filosofis dalam konteks merumuskan dan mendesain konstruksi norma hukum di dalam Rancangan Undang-Undang Landas Kontinen tersebut, hukumnya wajib merujuk dan berpedoman kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, pandangan hidup bangsa dan sebagai jiwa kepribadian bangsa dan Negara Indonesia.
Sejalan dengan hal yang dimaksudkan pada bagian di atas, pada bagian berikut ini akan dijelaskan mengenai Landas sosiologis. Konstruksi Landas sosiologis adalah merupakan dasar pertimbangan dan/atau alasan-alasan sebagai justifikasi penting dan tidaknya dalam konteks menyusun, merumuskan dan membentuk suatu perundang-undangan, yang bertujuan untuk memenuhi hasrat, keinginan dan kebutuhan atas berbagai aspek dalam kehidupan dari seluruh lapisan warga masyarakat bangsa Indonesia. Berkenaan dengan aspek Landas sosiologis ini, dalam pendekatan praktik operasional dan empiris di lapangan, bahwa akan dibentuk tidaknya suatu peraturan perundang-undangan itu dasar pertimbangannya yang paling utama dan pokok, sesungguhnya harus disesuaikan dengan fakta empiris di lapangan, yaitu atas terjadinya perkembangan dan kemajuan zaman seperti perkembangan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), maupun atas terjadi suatu permasalahan yang pelik, dan dalam penyelesaiannya secara konstitusionalisme sangat dibutuhkan oleh seluruh warga masyarakat bangsa dan negara Indonesia.
Berkenaan dengan hal dimaksud, terutama dalam konteks melaksanakan proses pembentukan suatu peraturan perundang-undangan yang secara sosiologis memang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut, maka dalam konteks melaksanakan proses pembentukan peraturan perundangan-undangan itu, harus berpedoman kepada hal-hal yang bersifat paradigmatik konstitusional (constitutional of paradigm). Terkait dengan hal tersebut, maka dari aspek sosiologis bahwa Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, sangat dibutuhkan oleh seluruh lapisan warga masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, terutama untuk meneguhkan kedaulatan bangsa dan negara dan sekaligus dalam upaya mewujudkan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat, bangsa dan negara Indonesia. Dalam proses pembentukannya, harus tetap berpedoman dan merujuk kepada amanat paradigma konstitusional (constitutional of paradigm), utamanya untuk meneguhkan paham kedaulatan rakyat sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam hal ini, juga harus dipedomani kepada amanat Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk meneguhkan prinsip perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.
Dalam pada itu, untuk selanjutnya dijelaskan berkaitan dengan arti Landas yuridis. Arti, dan makna Landas yuridis adalah merupakan dasar pertimbangan dan/atau alasan secara konstruktif yang menjelaskan bahwa suatu peraturan perundangan yang akan dilakukan pembentukannya itu, adalah bertujuan untuk mengatasi terhadap permasalahan hukum yang terjadi secara konkrit di lapangan, dan sekaligus untuk mengisi kekosongan hukum (recht vacuum). Dalam pelaksanaannya, harus mempertimbangkan terhadap peraturan perundang-undangan yang telah ada secara existing (ius constitutum), atau mengubah dan menambah terhadap peraturan hukum yang sudah ada, dan/atau mencabut terhadap peraturan yang sudah ada. Tujuan utamanya adalah guna memberikan jaminan terwujudnya (Yunasril Ali, 2018) fungsi hukum yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, dan rasa keadilan bagi seluruh warga masyarakat dan bangsa Indonesia.
Paralel dengan hal yang dimaksudkan pada bagian di atas, bahwa Landas yuridis tersebut, sangat berhubungan erat dan terintegrasi dengan segala persoalan hukum yang terjadi dalam kehidupan warga masyarakat. Oleh karena itu, khusus mengenai substansi, dan/atau materi muatan yang akan diatur harus disesuaikan dengan kondisi dan fakta yang ada secara empiris di lapangan, dan oleh karenanya memang harus dibentuk undang-undang yang baru. Hal penting lainnya, yang harus diperhatikan yang berhubungan dengan Landas yuridis tersebut, bahwa melalui undang-undang yang baru tersebut, pada intinya harus mampu menyelesaikan terhadap semua persoalan hukum yang terjadi dalam kehidupan warga masyarakat, dan dari dimensi konstruksi norma hukumnya tidak tumpang tindih. Berkenaan dengan hal ini sangat penting untuk dilakukan verifikasi secara cermat dan teliti, artinya tidak boleh terjadi benturan, seperti jenis peraturannya lebih rendah dari undang-undang, sehingga ketika dilaksanakan daya berlakunya lemah, atau peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, dan/atau peraturannya memang sama sekali belum ada.
Berkenaan dengan hal dimaksudkan pada bagian di atas, terutama dalam konteks penerapan Landas yuridis direlasikan dengan proses pembentukan undang-undang (law making process) atas Undang-Undang Landas Kontinen tersebut, bahwa hal penting yang harus diwujudkan dalam pengejawantahannya harus merujuk dan berpedoman kepada amanat ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Untuk itu dalam melaksanakan proses pembentukan Undang-Undang tentang Landas Kontinen itu, sekali lagi penulis mengingatkan dalam pelaksanaannya harus fokus, berkomitmen dengan integritas yang kuat dan kokoh, bahwa Undang-Undang yang dibentukan itu harus memberikan jaminan untuk meneguhkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Bagi Indonesia sebagai negara hukum, terutama dalam konteks merumuskan, dan mendesain konstruksi norma hukum di dalam Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, sekaligus dan secara paripurna harus meneguhkan tegaknya prinsip dan ciri negara hukum. Prinsip negara hukum terdiri dari: -penjunjungan tinggi terhadap hukum (supreme of law); -kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law); -hukum harus dilaksanakan berdasarkan hukum (due process of law). Ciri negara hukum terdiri dari:-pelaksanaan hak asasi manusia;-pengadilan dan hakim yang merdeka;dan -pelaksanaan asas legalitas. Agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi benturanterutama dalam konteks pelaksanaan prinsip-prinsip Otonomi Daerah, dalam hal ini diingatkan penulis harus diintegrasikandengan upaya untuk meneguhkan paradigma pelaksanaan Otonomi Derah, sebagaimana yang telah diamanatkan di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (LN.2014-244,TLN.5587) tersebut. Untuk selanjutnya, berikut ini akan dijelaskan secara singkat mengenai substansi Landas Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis mengenai Urgensi Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen sebagaimana tercantum dalam Bagan 2 di bawah ini.
Bagan 2: Landas Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis mengenai Urgensi Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen
Sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dari Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen
Pada bagian ini, akan dijelaskan substansi yang berkenaan dengan Sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dari Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen dimaksud. Berkenaan dengan hal yang dimaksudkan pada bagian di atas, maka berikut ini akan disajikan pembahasan dan/atau analisisnya sebagaimana termaktub di bawah ini.
Pertama, Sasaran yang akan diwujudkan atas dibentuknya Undang-Undang Landas Kontinen tersebut adalah untuk mempercepat tercapainya cita-cita dan tujuan nasional. Hal ini dimaksudkan, semua konstruksi norma hukum (Jafar Suryomenggolo, 2003) yang akan diatur dan ditetapkan di dalam Undang-Undang tentang Landas Kontinen itu, harus menjamin secara komprehensif dan bertanggungjawab atas amanat yang telah diatur secara ekplisit yaitu sebagaimana tercantum dalam Preambule, Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan:
“Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam, suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Berdasarkan konstruksi substansi yang sangat paradigmatik konstitusional sebagaimana tercantum dalam Preambule Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, maka ada empat pokok pikiran mendasar yang harus menjadi sasaran utama untuk diwujudkan dalam pengejawantahan atas diberlakukannya Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, yaitu: a. sebagai pokok pikiran pertama, yang merupakan pokok pikiran “persatuan”. Artinya, melalui Undang-Undang Landas Kontinen dimaksud, Negara harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dan sekaligus dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pokok pikiran pertama ini, bahwa Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan. Artinya dalam pokok pikiran pertama tersebut, secara jelas menyatakan bahwa negara siap melindungi bangsanya serta seluruh wilayah Indonesia dari paham-paham individualistik ataupun golongan; b. Pokok pikiran kedua, adalah mengenai “keadilan sosial”. Artinya, melalui pokok pikiran kedua ini, pemberlakukan atas Undang- Undang Landas Kontinen itu, Negara harus hadir untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang sekaligus merupakan pantulan dari sila kelima Pancasila yaitu untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; c. Pokok pikiran ketiga adalah “kedaulatan rakyat”. Artinya, melalui pokok pikiran yang ketiga ini, atas dibentuk dan diberlakukannya Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, Negara harus hadir dan bertanggungjawab untuk meneguhkan paham kedaulatan rakyat sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. Pokok pikiran keempat adalah pokok pikiran “Ketuhanan”. Artinya, dengan dibentuk dan diberlakukannya Undang-Undang tentang Landas Kontinen dimaksud, bahwa Negara hadir secara bertanggungjawab untuk mewujudkan Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, yang penerapannya melalui “Paradigma Akhlak Mulia Ikhlas Lahir Batin yang Membumi (the paradigm of noble morals, sincere born and inner grounded)”.
Kedua, ruang lingkup pengaturan norma hukumnya harus diintegrasikan dengan amanat Undang-Undang terkait, yaitu: -Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (LN.1960-104,TLN.2043); – Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (LN.1973-1, TLN.2994); -Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of The Sea 1982 (LN.1985-76, TLN.3319); – Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (LN.2007-68,TLN.4725); -Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN.2009-140, TLN.5059); -Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (LN.2014-244, TLN.5587); -Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (LN.2014-294, TLN.5603); -Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (LN.2014-2, TLN.5940). Mengenai hal ini, dimaksudkan bahwa dengan dibentuk dan diberlakukannya Undang-Undang tentang Landas Kontinen dimaksud, pada saat diimplementasikan secara konkrit, praktis operasional di lapangan (secara empiris), tidak diperkenankan terjadinya benturan dan/atau kontradiktif dengan semua peraturan perundangan-undangan lainnya yang telah ada dan diberlakukan sebelumnya, satu diantaranya tidak berbenturan dengan beberapa undang-undang sebagaimana tersebut di atas.
Dengan kata lain, bahwa dengan dengan diberlakukannya Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, tidak terjadi tumpang tindih, agar dari hasil pelaksanaannya dapat mempercepat terwujudnya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berkenaan dengan hal ini, diingatkan penulis bahwa selama ini, secara empiris di lapangan banyak sekali beberapa peraturan perundangan-undangan yang telah dibentuk dan diberlakukan, pada kenyataannya di lapangan ketika diimplementasikan terjadi benturan, dan/atau kontradiktif antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya, sehingga melalui kebijakan omnibus law yang diprogramkan oleh Presiden Joko Widodo, yaitu telah banyak undang-undang untuk dilakukan amandemen, addendum, dipangkas dan/atau dicabut karena memang saling berbenturan dan/atau saling kontrakdiktif. Contoh konkrit atas dilaksanakannya kebijakan omnibus law itu adalah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja (LN.2020-245, TLN.6573).
Selaras dengan hal yang disebutkan pada bagian di atas, bahwa dengan dibentuk dan diberlakukannya Undang- Undang tentang Landas Kontinen dimaksud, harus memberikan penguatan dan sekaligus meneguhkan beberapa prinsip yang sudah di atur dan ditetapkan sebelumnya dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya. Mengenai hal ini, dapat disajikan beberapa contoh konkrit, satu diantaranya seperti yang telah diamanatkan dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (LN.1960-104,TLN.2043) yang lazimnya disingkat dengan UUPA, yang menyatakan bahwa wewenang yang bersumber pada Hak Menguasai dari Negara tersebut (HMN=Hak Menguasai Negara atas tanah), tentu dalam hal ini termasuk semua potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya kelautan itu, harus digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Demikian juga beberapa prinsip dasar yang sudah diatur dan ditetapkan dalam konteks melaksanakan penyelenggaraan praktik pemerintahan dalam era Otonomi Daerah, dan amanat yang telah diperintahkan dalam ketentuan United Nations Convention on the Law of the sea 1982, prinsip dalam penataan ruang, prinsip dasar dalam hal melaksanakan perlindungan dan pengelolaan kemampuan fungsi lingkungan hidup (Koesnadi Hardjasoemantri, 2002), prinsip dasar tentang pengelolaan kelautan, dan prinsip dasar dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan termasuk juga prinsip dasar mengenai pertambangan dan berbagai prinsip-prinsip dasar lainnya sebagaimana yang telah diatur dan ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan terkait. Intinya terhadap semua prinsip dasar sebagaimana yang telah diatur dan ditetapkan sebelumnya dalam semua peraturan perundang-undangan terkait, tidak diperkenankan terjadi benturan dan/atau kontrakdiktif dengan konstruksi norma hukum yang akan dibentuk dan diberlakukan di dalam Undang-Undang tentang Landas Kontinen dimaksud.
Ketiga, arah pengaturan hukumnya untuk meneguhkan berlaku dan tegaknya hukum positif nasional bangsa dan negara Indonesia, yaitu dalam upaya menegakkan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia di wilayah laut, serta disinergikan dengan Konvensi hukum laut internasional. Berkenaan dengan hal ini dimaksudkan, bahwa semua bentuk peraturan perundang-undangan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berhubungan dengan pengelolaan potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya kelautan sebagai sumber hukum positif di Indonesia, dengan komitmen yang tinggi dan berintegritas harus ditegakkan secara bertanggungjawab oleh Negara/Pemerintah dan oleh seluruh Kementerian dan/atau Lembaga Negara terkait. Hal ini penting bahwa konstruksi norma hukum yang akan dibentuk dan diberlakukan dalam Undang-Undang tentang Landas Kontinen itu, tujuan utamanya adalah untuk meneguhkan terwujudnya prinsip bahwa Indonesia adalah Negara hukum.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, terutama dalam pengejawantahannya, yaitu atas diberlakukannya Undang- Undang tentang Landas Kontinen dimaksud, harus diselaraskan, dan/atau disinergikan dengan pemberlakuan Konvensi hukum laut Internasional. Terkait dengan hal ini dimaksudkan, karena bangsa dan Negara Indonesia telah melakukan ratifikasi, yaitu dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the sea 1982 (LN.1985-76, TLN.3319). Relevan dengan hal ini, bahwa dengan dibentuk dan diberlakukannya Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, terutama dalam melaksanakan pengelolaan potensi sumber daya kelautan milik bangsa dan Negara Indonesia, yaitu yang berhubungan dengan penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, demikian juga termasuk ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, tentu termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya, penegakkan hukumnya harus dilaksanakan berdasarkan hukum nasional bangsa dan negara Indonesia, serta diselaraskan dengan ketentuan Konvensi hukum Internasional tersebut.
Berkenaan dengan hal yang dimaksudkan pada bagian di atas dan sejalan dengan penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, sekali disebutkan, khusus yang tekait dengan pengelolaan potensi sumber daya kelautan, penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya, harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi hukum Internasional, dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the sea 1982, lazimnya disingkat dengan UNCLOS. Artinya, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the sea 1982 tersebut, Indonesia mempunyai kewajiban untuk tunduk pada konvensi ini, sehingga segala kebijakan Indonesia di bidang kelautan dan perikanan harus sesuai dengan ketentuan tersebut. Namun melalui Konvensi dimaksud, sesungguhnya memberikan kepada Indonesia wewenang yang lebih besar untuk mendayagunakan segenap sumber daya kelautan di wilayahnya sampai ke luar batas-batas wilayah Negara yaitu Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Landas Kontinen.
Dalam implementasinya, menurut pendapat penulis harus diutamakan dengan wujudkan kepada pendekatan sistem yang terintegratif dan sekaligus dengan mengarusutamakan kepada penerapan “paradigma meneguhkan prinsip keutuhan kedaulatan bangsa dan Negara Indonesia secara berkelanjutan (paradigm affirms the principle of the integrity of the sovereignty of the nation and the State of Indonesia in a sustainable manner)”. Relevan dengan hal ini, pada saat pengejawantahannya secara konkrit, praktik operasional di lapangan secara empiris, juga sekaligus menerapkan secara bertanggungjawab dan berintegritas dengan dilandasi Paradigma Akhlak Mulia Ikhlas Lahir Batin yang Membumi, yaitu dengan menggunakan pendekatan sistem (approach system), dengan menitikberatkan kepada perwujudan Sistem Manajemen Geopolitik Strategis Nasional (National Strategic Geopolitical Management System). Menurut pendapat penulis, paradigma dan prinsip tersebut harus diimplementasikan oleh Negara/Pemerintah, ketika dilakukannya perumusan dan pembentukan konstruksi norma hukum dalam Undang-Undang tentang Landas Kontinen itu, demikian juga pada saat hasil produk undang-undang itu dilaksanakan secara konkrit di lapangan, yaitu dalam upaya melindungi secara berkelanjutan (sustainability) terhadap semua potensi sumber daya alam, maupun sumber daya kelautan milik dan kepunyaan bangsa dan negara Indonesia, tentu tujuan utamanya adalah untuk mempercepat terwujudnya Negara berkesejahteraan rakyat (welfare state). Untuk selanjutnya, dalam bagian di bawah ini hal-hal yang telah dijelaskan pada bagian di atas, akan disajikan dalam Bagan 3 sebagaimana tersebut di bawah ini.
Bagan 3: Sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkupUndang-Undang tentang Landas Kontinen
Materi muatan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen
Untuk selanjutnya dalam konten keempat ini, akan dibahas dan/atau dianalisis hal yang berkenaan, apa saja materi muatan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen dimaksud. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebelumnya akan dijelaskan hal-hal yang bersifat mendasar dan fundamental, terutama yang berkaitan dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan itu sendiri. Khusus mengenai proses, dan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan, sesungguhnya dalam perspektif hukum positif, hal itu telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234) jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2019-183, TLN.6398). Oleh karena itu, terutama untuk membentuk konstruksi materi muatan yang akan dirumuskan dan diatur dalam Undang-Undang Landas Kontinen itu, proses pembentukan materi dan muatannya harus (Hessel Nogi S, Tangkilisan, 2003) merujuk dan berpedoman kepada amanat dan ketentuan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234) jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2019-183, TLN.6398) tersebut.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, sangat patut untuk dikonstatir beberapa substansi konsiderans menimbang yaitu bersifat paradigmatik sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234) jo Nomor 15 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2019-183, TLN.6398) tersebut, satu diantaranya menyatakan bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian disebutkan, bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan. Dalam pada itu pada salah satu konsiderans menimbang dalam Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2019-183, TLN.6398) tersebut menyatakan, bahwa pembangunan hukum nasional yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan harus benar-benar mencerminkan kedaulatan berada di tangan rakyat dan menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kembali kepada topik inti/pokok yang dibahas dalam bagian ini, yang berkenaan apa saja materi muatan yang perlu diatur dan ditetapkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen itu, ada baiknya dalam bagian ini dapat disampaikan penjelasan yang sangat mendasar, dan fundamental yaitu terkait dengan asas yang harus dipedomani dan menjadi Landas utama dalam konteks merumuskan materi muatan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen dimaksud. Khusus mengenai asas yang harus dipedomani dalam melaksanakan proses pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, substansi ini sesungguhnya sudah diatur dan ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234), yang menyatakan bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: -kejelasan tujuan; -kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; -dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan -keterbukaan.
Relevan dengan penjelasan di atas, maka untuk menjawab pertanyaan pokok dalam bagian ini, yaitu apa saja materi muatan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, untuk menjawab pertanyaan ini, tentu berdasarkan ketentuan yang sifatnya paradigmatik dan yuridis normatif, harus disesuaikan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234) tersebut, yang menyatakan bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas: -pengayoman; -kemanusiaan; -kebangsaan; -kekeluargaan; -kenusantaraan; -bhinneka tunggal ika; – keadilan; -kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; -ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau – keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Kemudian di dalam Pasal 6 ayat (2) dinyatakan bahwa selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Terkait dengan hal ini, menurut pendapat penulis khusus dalam melaksanakan proses pembentukan konstruksi materi muatan khususnya di dalam Rancangan Undang- Undang Landas Kontinen dimaksud, bahwa konstruksi materi muatan yang akan diatur dan ditetapkan di dalam undang- undang tersebut, intinya tidak diperkenankan menyimpang dan/atau kontradiktif dengan Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara vide Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut yang menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Sekali lagi ditegaskan, bahwa mengenai hal ini telah diatur secara konkrit dan eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234) dimaksud.
Sejalan dengan penjelasan di atas, utamanya untuk menjawab konten yang dibahas dalam bagian ini, yaitu apa saja apa saja materi muatan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen dimaksud, untuk itu akan dilihat kembali Draft Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen yang sudah ada. Berkenaan dengan hal ini, penulis sangat berkeyakinan, bahwa Draft RUU tentang Landas Kontinen tersebut, adalah merupakan hasil penelitian mendalam dan komprehensif atas Naskah Akademik (NA) RUU tentang Landas Kontinen yang telah dilakukan sebelumnya oleh pihak-pihak yang berwenang. Mengenai hal ini, memang sudah merupakan persyaratan yang wajib, bahwa dalam hal melaksanakan proses pembentukan terhadap suatu Peraturan Perundang-undangan, dipersyaratkan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik, yang lazimnya disingkat dengan NA. Hal ini, sudah diatur dan ditetapkan dalam Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011- 82, TLN.5234) tersebut. Berkenaan dengan sistematika NA tersebut, sudah diatur dan ditetapkan dalam Penjelasan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234) tersebut, menyatakan bahwa sistematika Naskah Akademik adalah sebagai berikut: Judul; Kata Pengantar; Daftar Isi: -Bab I Pendahuluan; Bab II Kajian Teoretis dan Praktik Empiris; Bab III Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-undangan terkait;
-Bab IV Landas Filosofis, Sosiologis dan Yuridis; Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup Materi Muatan Undang-Undang; dan Bab VI Penutup.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, terutama setelah ditelisik atas keberadaan Draft RUU tentang Landas Kontinen yang sudah ada itu, sebagaimana tercantum di dalam Draft Penjelasannya, materi muatan yang diatur dan ditetapkan di dalam Draft RUU tentang Landas Kontinen tersebut, materi muatan yang diatur hanya memuat, yaitu: – Batas Landas Kontinen; -Hak Berdaulat dan Kewenangan Tertentu di Landas Kontinen; -Kegiatan di Landas Kontinen;
-Perlindungan Lingkungan Laut di Landas Kontinen; -Tanggungjawab dan Ganti Rugi; -Pengawasan dan Penegakan Hukum; dan Ketentuan Pidana. Terkait dengan hal tersebut, menurut pendapat penulis dan tentu harus disesuaikan dengan ketentuan dalam hal melaksanakan proses pembentukan peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234) jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2019-183, TLN.6398) tersebut, maka terhadap Draft RUU tentang Landas Kontinen dimaksud, khusus mengenai materi muatannya dipandang perlu untuk dilakukan penyempurnaan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan kepada penjelasan sebagaimana yang telah disajikan pada bagian di atas, khusus berkenaan dengan apa saja materi muatan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen dimaksud, untuk itu disampaikan beberapa catatan yaitu: Pertama, perlu ditambahkan Landas Hukum untuk merumuskan materi muatan dalam RUU tentang Landas Kontinen. Dalam bagian ini, yang sangat penting digunakan sebagai Landas hukum terutama yang berkaitan dengan perumusan materi muatan yang harus diatur dalam RUU tentang Landas Kontinen itu, harus merujuk dan berpedoman kepada amanat, perintah dan ketentuan sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234) jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2019-183, TLN.6398) tersebut. Sebagai acuan dan Landas hukum yang sifatnya mendasar untuk membentukan konstruksi materi muatan dalam RUU tentang Landas Kontinen dimaksud, harus dipedomani beberapa Pasal penting yaitu Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana yang telah diatur dan ditetapkan secara konkrit dan eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234) jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2019-183, TLN.6398) dimaksud.
Kedua, Sistematika Draft RUU tentang Landas Kontinen yang sudah dibuat tersebut, dipandang perlu untuk diperbaiki dan/atau dilakukan penambahan. Berkenaan dengan hal ini, dan memperhatikan Draft RUU tentang Landas Kontinen yang sudah ada itu, bahwa belum ditemukan mengenai judul Bab, khusus yang mengatur tentang “Asas dan Tujuan”. Biasa dan lazimnya, judul Bab mengenai Asas dan Tujuan tersebut, dalam pendekatan sistematika di dalam sebuah Peraturan Perundangan-undangan, ditempatkan pada Bab II, dengan judul Bab “Asas dan Tujuan”. Artinya, penempatannya setelah Bab I tentang “Ketentuan Umum”. Dalam pada itu, agar dapat ditambahkan mengenai materi muatan “Ruang Lingkup”. Lazimnya materi muatan mengenai ruang lingkup ini, dari aspek penempatannya adanya dan/atau ditempatkan pada Bab I. Hal-hal yang bersifat elementer dan/atau mendasar ini, menurut hemat penulis perlu mendapat perhatian untuk diperbaiki sebagaimana mestinya. Jika hal ini lalai dan/atau terlupakan, sangat dikhawatirkan apabila RUU tentang Landas Kontinen dimaksud nantinya disahkan dan diberlakukan dalam tatanan hukum positif dan hukum nasional Indonesia menjadi Undang-Undang, maka akan terdapat celah bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan yudicial review kepada lembaga penegak hukum yang terkait. Hal ini, tentu secara mutatis-mutandis dalam mengimplementasikan hasil produk atas RUU tentang Landas Kontinen itu, akan mengalami friksi dan/atau guncangan secara praktis operasional dan empiris di lapangan.
Ketiga, Konstruksi Penambahan Materi Muatan dalam RUU tentang Landas Kontinen. Terkait dengan hal ini, dan direlasikan dengan materi muatan dan akan dikonsolidasikan dalam konstruksi norma hukum yang akan diatur dan ditetapkan dalam RUU tentang Landas Kontinen itu, ruang lingkupnya sangat luas berhubungan dengan norma hukum lain yang sudah ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undang lainnya. Untuk itu, dipandang perlu menambahkan materi muatan berikutnya untuk diatur dalam RUU tentang Landas Kontinen itu. Untuk itu, materi muatan yang perlu ditambahkan adalah substansi yang mengatur secara tegas mengenai perwujudan Konkrit antar Kementerian dan Lembaga terkait mengenai pentingnya “Perwujudan Koordinasi yang Terintegratif”. Sejalan dengan itu agar ditambahkan materi muatan yang mengatur tentang “Kewajiban Pemberdayaan warga masyarakat Kelautan dan Kemaritiman di daerah setempat untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta ditambahkan materi muatan yang mengatur tentang “Kewajiban untuk menjaga, merawat dan melindungi hukum yang hidup (living law), yaitu atas pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat setempat”. Mengenai hal ini, terutama dalam dimensi konstitusionalisme telah diatur dan ditetapkan dalam Pasal 28I ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan sejalan dengan amanat teori hukum Jeremy Bentham yaitu demi dan untuk mewujudkan kebahagian (utilitarianisme) bagi seluruh warga masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia. Berkenaan dengan konten yang dibahas dalam bagian ini, untuk selanjutnya akan dijelaskan secara singkat dalam bagan 4 sebagaimana tersebut di bawah ini.
Bagan 4: Materi muatan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen
Sumber data: Diolah sendiri oleh penulis, 2021.