Analisis Yuridis Potensi Sumber Daya Kelautan Indonesia Diintegrasikan dengan Urgensi Rancangan Undang-undang tentang Landas Kontinen (Bagian 5)

Oleh: Dekan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Batam, Dr.H.Idham,SH.,M.Kn

Penutup

Pada bagian akhir jurnal ini yaitu bagian penutup, adalah berisi kesimpulan dan saran. Konstruksi kesimpulan dan saran tersebut, untuk selanjutnya disajikan penulis sebagaimana termaktub dalam bagian di bawah ini.

  1. Proses pembentukan dan dilanjutkan dengan pengesahan serta pemberlakukan atas Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen dimaksud, bagi bangsa dan Negara Indonesia sangatlah urgen dan/atau penting sekali. Hal dimaksud sesuai dengan kondisi geografis Negara Indonesia, bahwa sebagian besar luas wilayahnya adalah berupa lautan, yaitu sekitar 62 %, dari total keseluruhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Urgensi berikutnya, bahwa Negara Indonesia adalah sebagai Negara kepulauan terluas di dunia, yang memiliki potensi sumber daya kelautan yang melimpah sebagai aset, potensi nasional dan kekayaan nasional bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karena itu, semua potensi sumber daya kelautan tersebut, harus dijaga dan dilindungi secara berkelanjutan, sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Hal penting lainnya, bahwa Undang-Undang Landas Kontinen tersebut bagi bangsa dan Negara Indonesia adalah, dalam upaya meneguhkan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia. Sejatinya potensi sumber daya kelautan Indonesia itu, adalah merupakan cerminan wajah, marwah dan jati diri bangsa dan Negara Indonesia. Untuk itu, semua potensi sumber daya kelautan Indonesia tersebut, wajib dijaga, dirawat dan dilindungi secara berkelanjutan, sebagai rasa syukur atas karunia dan rahmat dari Allah Subhana wa ta’ala-Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa dan Negara Indonesia, yang telah diberikan anugerah merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, negara kelautan/maritim yang mempunyai potensi sumber daya kelautan yang melimpah, sebagai Negara Agraris, dan sekaligus sebagai Negara Bahari/Maritim. Untuk itu, disarankan dalam pelaksanaan proses pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, demikian juga ketika sudah disahkan dan diberlakukan, untuk secara konsisten dan berintegritas mewujudkan Paradigma Akhak Mulia Ikhlas Lahir Batin yang Membumi (the paradigm of noble morals, sincere born and inner grounded ).
  2. Dalam konteks melaksanakan proses pembentukan Undang-Undang tentang Landas Kontinen itu, disimpulkan sebagai Landas filosofis, harus berpedoman kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, sebagai pandangan hidup bangsa dan sekaligus sebagai jiwa dan kepribadian bangsa. Landas Pancasila tersebut, sekaligus merupakan Landas yang bersifat paradigma filosofis (philosophy of paradigm). Sedangkan Landas sosiologisnya, harus menitikberatkan untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia, yang sebesar-besar untuk dan demi kemakmuran rakyat, yang dilandasi dengan peneguhan prinsip kedaulatan rakyat dan sekaligus untuk meneguhkan prinsip perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, yang bersifat paradigma konstitusional (constitutional of paradigm) sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan untuk Landas yang bersifat yuridis harus meneguhkan paradigma yuridis (yuridical of paradigm), bahwa Indonesia adalah Negara hukum, vide Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diselaraskan dengan Konvensi Hukum Laut Internasional. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan hukum yang terjadi secara konkrit di lapangan, dan sekaligus untuk mengisi kekosongan hukum (recht vacuum), dengan mempertimbangkan terhadap peraturan perundang-undangan yang telah ada secara existing (ius constitutum), dengan suatu tujuan guna memberikan jaminan terwujudnya kepasatian hukum, kemanfaatan, dan rasa keadilan bagi seluruh warga masyarakat dan bangsa Indonesia, dan sekaligus harus memberikan jaminan, yaitu dalam upaya meneguhkan prinsip kedaulatan bangsa dan negara Berkenaan dengan hal ini, disarankan Negara/Pemerintah harus fokus, bertanggungjawab dan berintegritas untuk mewujudkan dalam pengejawantahannya terhadap semua Landas hukum sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
  3. Untuk selanjutnya dapat disimpulkan, bahwa atas dibentuk dan diberlakukannya Undang-Undang tentang Landas Kontinen itu adalah dalam upaya mempercepat terwujudnya cita-cita dan tujuan nasional bangsa dan Negara Indonesia sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan ruang lingkup pengaturan, jangkauannya harus memberikan jaminan bahwa atas Hak Menguasai Negara terhadap seluruh potensi sumber daya kelautan Indonesia itu, harus digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Dari aspek dan/atau dimensi arah pengaturan terhadap dibentuk dan diberlakukannya Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, sekali lagi dapat disimpulkan bahwa Negara/Pemerintah harus mampu memberikan jaminan, yaitu dalam upaya melindungi secara berkelanjutan (sustainability) terhadap semua potensi sumber daya alam, maupun potensi sumber daya kelautan sebagai milik dan kepunyaan bangsa dan negara Indonesia, tentu tujuan utamanya adalah untuk mempercepat terwujudnya Negara berkesejahteraan rakyat (welfare state). Terkait dengan konstruksi kesimpulan tersebut, disarankan kepada semua pihak penyelenggara pelayanan publik yang berhubungan dengan pelaksanaan Undang-Undang tentang Landas Kontinen yang diintegrasikan dengan pengelolaan potensi sumber daya kelauatan di Indonesia, dalam implementasinya harus disinergikan dengan teori hukum Jeremy Bentham yaitu teori kebahagiaan (utilitarianisme), dan sekaligus semuanya adalah harus dipersembahkan demi dan- untuk sebesar-besar untuk kemakmuran.
  4. Sebagai kesimpulan akhir, yaitu mengenai materi muatan apa saja yang harus diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, pada prinsipnya landas hukum yang digunakan untuk merumuskan mengenai materi muatannya harus dibentuk berdasarkan ketentuan yang telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234) jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2019-183, TLN.6398) dimaksud. Landas hukumnya harus berpedoman kepada Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana yang telah diatur dan ditetapkan secara konkrit dan eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2011-82, TLN.5234) jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (LN.2019-183, 6398) dimaksud. Setelah memperhatikan Draft Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, bahwa materi muatannya belum lengkap dan harus dilakukan penyempurnaan sebagaimana mestinya. Untuk itu disarankan, sistematikanya diperbaiki dan ditambah, yaitu pada Bab I “Ruang Lingkup”, dan pada Bab II “Asas dan Tujuan”. Sejalan dengan hal ini, disarankan juga materi muatannya ditambah yang meliputi: -koordinasi yang terintegratif; -pemberdayaan warga masyarakat kelautan dan kemaritiman setempat; dan -perlindungan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat setempat.

Saran berikutnya, bahwa dalam melaksanakan proses pembentukan Undang-Undang tentang Landas Kontinen tersebut, harus secara progresif untuk dilaksanakan pembahasannya pada tingkat Pansus di DPR-RI, seraya terus melaksanakan diseminasi yang optimal untuk mendapatkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan (stake holder) lain yang terkait.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Buku-Buku

Elfindri, dkk, “Manajemen Pembangunan Kepulauan dan Pesisir”, Jakarta: Baduoese Media, 2009.

  1. Kartasapoetra, dkk, “Hukum Tanah Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah”, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

H.Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, ”Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum”, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001. H.Riduan Syahrani, “Rangkuman Intisari Ilmu Hukum”, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

Idham, “Paradigma Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Guna Meneguhkan Prinsip Kedaulatan Rakyat dan Indonesia Sebagai Negara Hukum”, Bandung: Alumni 2010.

——– , “Paradigma Politik Hukum Pendaftaran Tanah dan Konsolidasi Tanah Dalam Perspektif Free Trade Zone (FTZ) di Kota Batam”, Bandung: Alumni, 2016.

——–,”Dimensi Politik Hukum Pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Kawasan Hutan Lindung, Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Warga Masyarakat Kampung Tua Kota Batam”, Bandung: Alumni, 2020.

——– , “Konstitusionalisme Tanah Hak Milik di Atas Tanah Hak Pengeloaan”, Bandung: Alumni, 2021.

——– , “Paradigma Konstruksi Politik Hukum Konsolidasi Tanah Perdesaan Lahan Pertanian di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, Analisis Kritis Guna Meneguhkan Ekonomi Kerakyatan di Pedesaan”, Bandung: Alumni, 2021.

Irawan Soehartono, “Metode Penelitian Sosial”, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Jafar Suryomenggolo, “Hukum Sebagai Alat Kekuasaan (Politik Asimilasi Orde Baru)”, Yogyakarta: Galang Press dan Elkasa, 2003.

Jujun S, Suriasumantri, “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer”, Jakarta: Sinar Harapan, 1999.

Julia Brannen, ”Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif”, Samarinda: Pustaka Pelajar, 2002.

Koesnadi Hardjasoemantri, ” Hukum Tata Lingkungan, edisi ketujuh, cetakan ketujuh belas”, Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press, 2002.

Lubis, M.Solly, “Sistem Nasional, Sebuah Pengantar Studi Dengan Pendekatan Sistem dan Pandangan Konseptual Strategis”, Medan: Universitas Sumatera Utara Press, 1988.

——– , “Filsafat Ilmu dan Penelitian”, Bandung: Mandar Maju, 1994.

——– ,”Dimensi-Dimensi Manajemen Pembangunan”, Bandung: Mandar Maju, 1996. Noeng Muhadjir, ”Metodologi Penelitian Kualitatif”, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002. Riduwan, ”Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian”, Bandung: Alfabeta 2002.

Romli Atmasasmita, “Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum”, Bandung: Mandar Maju, 2001.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, ”Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat”, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.

Soerjono Soekanto, “Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris”, Jakarta: IND-HIL-Co, 1990. Tangkilisan, Hessel Nogi S, “Kebijakan Publik Yang Membumi”, Yogyakarta: YPAPI, 2003.

Yunasril Ali, “Dasar-Dasar Ilmu Hukum”, Jakarta: Sinar Grafika, 2018.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (LN.1960-104,TLN.2043). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (LN.1973-1, TLN.2994).

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the sea 1982 (LN.1985-76, TLN.3319).

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (LN.2007-68,TLN.4725).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN.2009-140, TLN.5059). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (LN.2014-244, TLN.5587).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (LN.2014-294, TLN.5603).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (LN.2014-2, TLN.5940).

Panduan Berupa TOR Badan Keahlian DPR-RI

TOR-Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Potensi Sumber Daya Kelautan Diintegrasikan Dengan Urgensi Rancangan Undang-Undang Landas Kontinen-2021.

Website/Internet

https://www.google.com/search?q=letak+geografis+negara+indonesia&rlz.

kkp.go.id/djprl/artikel/21045-konservasi perairan sebagai-upaya-menjaga-potensi-kelautan-dan-perikanan-Indonesia.