ANAMBAS – Kasus perceraian di Kabupaten Kepulauan Anambas dari tahun 2018 hingga tahun 2022 terus meningkat dan sudah tercatat sebanyak 444 kasus oleh Pengadilan Agama (PA) Tarempa. Hal ini diungkapkan oleh Hakim Sidang dan Humas PA Tarempa, Abdul Wahab ketika diwawancarai, Jumat, (10/06/2022).
“Angka perceraian di Kepulauan Anambas yang terus meningkat pada setiap tahunnya. Ini merupakan dampak dari pribadi masing-masing yang kurang bijak dalam memanfaatkan kemajuan teknologi seperti media sosial, sehingga cenderung menimbulkan persoalan bagi pasangan suami istri,” ucap Abdul Wahab.
Dirinya juga mengatakan, meningkatnya angka perceraian selain dari dampak negatif internet yang disalahgunakan, juga merujuk kepada permasalahan ekonomi, yang mana ini merupakan masalah umum bagi setiap pasangan suami istri yang membuat keretakan di dalam rumah tangga.
“Selain dari kemajuan teknologi itu, permasalahan yang marak juga timbul biasanya karena ekonomi yang sedang tidak baik, sehingga membuat masalah merembet kepada perselingkungan dan juga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),” katanya.
Abdul Wahab menjelaskan, PA selaku pengadil yang mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 selalu mengupayakan proses mediasi sebelum melakukan putusan di persidangan, sehingga harapannya tidak selalu diselesaikan dengan perpisahan.
“Kita selalu mengupayakan proses mediasi kepada pasangan yang akan melayangkan permohonan cerai maupun yang telah mengajukan permohonan, karena tidak semua laporan akan kami proses. Kita memberikan kesempatan untuk mempertimbangkan kembali keputusannya,” jelas Abdul Wahab.
Pada kesempatan itu, Abdul Wahab berpesan kepada seluruh masyarakat khususnya masyarakat Kabupaten Kepulauan Anambas, agar tidak selalu menggunakan emosi ketika terjadi perselisihan di dalam rumah tangga, dan lebih baiknya melakukan pernikahan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019.
“Pesan saya kepada masyarakat, agar tidak menyelesaikan permasalahan rumah tangga dengan hati yang panas, coba dimediasikan terlebih dahulu. Juga untuk mengurangi pernikahan dini, peran orang tua harus lebih dalam pengawasan anak, karena sesuai dengan UU 16 Tahun 2019 persyaratan pernikahan bagi wanita dan pria ialah telah berumur 19 tahun,” pesan Abdul Wahab. (KG/WNY).