
Ketua Umum Aspataki, Saiful Mashud (tengah) didampingi Sekjen Aspataki, Filius (samping kanan Saiful) berbincang dengan wartawan di Harbour Bay Batam, Selasa (25/8/2021).
BATAM (Kepriglobal.com) – Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Aspataki) atau Organisasi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) akan mengusulkan ke Menteri Tenaga Kerja, agar layanan terpadu satu atap (LTSA) Batam diberi kekhususan bisa melayani pencari kerja seluruh Indonesia.
Kekhususan ini, bisa melayani administrasi warga luar Batam yang saat ini telah berada di Batam yang ingin kerja ke luar negeri.
“Posisi Batam sangat strategis, daerah perbatasan Singapura dan Malaysia yang banyak menerima PMI. Kalau ada PMI yang dideportasi ke Kepri, bagi yang tetap ingin bekerja di luar negeri, PMI bisa melengkapi administrasinya cukup di LTSA Batam saja,” ujar Ketua Umum Aspataki, Saiful Mashud didampingi Sekjen Aspataki, Filius di Harbour Bay Batam, Rabu (25/8/2021).
Posisi Batam yang strategis ini, sehingga Aspataki mengusulkan ke Menaker agar LTSA dijadikan pilot project bisa melayani pencari kerja (pencaker) seluruh Indonesia.
“Kalau ada PMI unprocedural dideportasi melalui Batam atau Tanjungpinang, kalau dia masih mau bekerja di luar negeri, administrasinya bisa diproses di LTSA Batam saja,” ujar Saiful.
Praktik yang selama ini terjadi terhadap PMI yang dideportasi melalui Kepri, dipulangkan ke daerah asalnya. Padahal, ada di antara PMI itu yang masih mau bekerja di luar negeri.
“Di sinilah negara harus hadir. LTSA Batam harus bisa memberikan pelayanan bagi pencaker seluruh Indonesia. Kalau ada syarat yang kurang, bisa dikirim oleh keluarganya ke Batam. Jadi pencaker tak perlu pulang kampung menjemput syarat administrasi yang kurang tersebut,” jelas Saiful.
Itulah sebabnya, kata Saiful, dirinya dan tim Aspataki turun ke Batam untuk mencari solusi tehadap PMI ilegal yang berangkat melalui Batam atau yang dideportasi dari Malaysia atau Singapura via Kepri.
“Aspataki segera menyurati Menaker agar LTSA di Batam dijadikan pilot project bisa melayani pencaker seluruh Indonesia, apalagi tujuan dibentuknya LTSA adalah untuk pelayanan cepat, murah, dan akurat,” ungkap Saiful.
Di Batam, lanjut Saiful, semua proses penempatan ada, tahapan tahapan untuk proses pra penempatan PMI ke luar negeri ada.
Seperti tempat uji kompetensi (TUK), sarana kesehatan (Sarkes), BPJS Ketenagakerjaan, Balai Latihan Kerja (BLK), orientasi pra pemberangkatan (OPP), Kantor Pusat Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), dan Kantor Cabang P3MI juga ada.
Saiful membandingkan di Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara sebagai daerah perbatasan dengan Malaysia, jika ada PMI dideportasi melalui Nunukan maka PMI yang masih ingin bekerja di Malaysia, bisa melengkapi dokumennya cukup di LTSA Nunukan saja.
“Pihak keluarga si PMI tersebut yang mengirimkan berkas apa saja yang kurang, LTSA Nunukan bisa menjadi yurisprodensi pelayanan bagi PMI,” kata Saiful.
“Mari kita berdoa semoga Batam bisa pilot project LTSA bagi pencaker seluruh Indonesia. Sehingga, pemberangkatan PMI ilegal bisa dikurangi dengan melengkapi dokumen PMI menjadi legal sesuai SOP,” harap Saiful.
Jika pilot project LTSA bagi pencaker seluruh Indonesia ini jalan, Saiful optimis bisa menambah perputaran ekonomi Batam.
“Sebab, pecaker atau PMI yang mengurus dokumennya sesuai pasal 5 dan 13 UU 18/2017 dapat terpenuhi, akan tinggal di hotel atau penampungan silakan,” kata Saiful.
“Kalau hotel terisi tentu pendapatan hotel bertambah. Mungkin transportasi seperti ojek atau taksi juga meningkat, dan dampak ekonomi lainnya,” pungkas Saiful.
“Mari kita cari solusi bukan hanya menggagalkan dan dikembalikan ke daerah asal, mereka sangat mungkin akan pergi lagi melalui calo lainya,” kata Ketum Aspataki.
Sementara itu Wasekjen Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintahan dan Keadilan (LP-KPK), Amri Abdi Piliang, mengatakan urusan perut bisa membuat orang mengambil jalan pintas, akibat rumitnya mengurus persyaratan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) mulai dari permohonan ID PMI hingga OPP yang memakan waktu cukup panjang.
“Mereka sanggup menempuh jalur unprocedural maupun ilegal. Untuk itu, LTSA Kota Batam yang telah memiliki sistem komputerisasi online harus dapat melayani permohonan ID PMI bagi seluruh rakyat Indonesia di luar e-KTP Batam,” ujar Amri.
Demikian juga dalam mengurus kontrak kerja dengan pengguna di luar negeri, agar dipermudah prosesnya dengan meletakkan di posisi terakhir dalam Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN) setelah PMI tiba di negara tujuan bersama majikan, mengurus kontrak kerja di KBRI.
Dengan tahapan di atas, setiap agency pekerja yang menerima supply PMI, wajib dijelaskan masalah gaji dan pembebanan biaya penempatan saat mengurus akreditasi di KBRI.
“Sehingga, agency dapat memberikan pemahaman pada pengguna/ majikan, dan proses penempatan resmi menjadi cepat, murah, dan akurat. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi CPMI yang menempuh jalur ilegal maupun unprocedural,” terang Amri. (KG/PAN)
You must be logged in to post a comment.