KEJENUHAN, kebosanan, dan malah cuek sudah mulai terjadi di kalangan masyarakat kita saat ini. Ini sebabkan karena mulai bosan dengan keadaan sekarang yang belum ada titik terang tentang kapan sang corona ini pergi.
Sering kita dengar orang berkata bahwa “Jika sabar itu ada batasnya, namun ada pula yang mengatakan jika sabar tidak ada batasnya”. Namun hanya orang-orang berjiwa besar dan lapang dada yang mampu menerapkan sikap sabar dalam kehidupannya.
Terdapat dalam surah (QS Al Baqarah 155), yang artinya “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Menggambarkan bahwa Allah SWT memang sedang menguji kesabaran makhluknya dalam menghadapi cobaan wabah Covid-19 ini, maka mengharuskan kita memperluas kesabaran kita menghadapinya.
Tetaplah kita bersyukur dengan mengucapkan Alhamdulillah alla kulli hal, karena Allah SWT masih memberikan nikmat sehat dan dilindungi dari wabah ini.
Maraknya berita-berita menyatakan bahwa semakin bertambah korban Covid-19, sehingga beberapa daerah dinyatakan kembali menjadi zona merah.
Hal ini membuat pemerintah mulai lagi membatasi aktivitas masyarakat ke luar rumah, aktivitas tatap muka di sekolah, perkuliahan, dan kantor-kantor.
Timbul pertanyaan dalam diri kita, apakah bertambahnya korban Covid-19 ini ada hubungannya dengan sudah melaksanakan aktivitas di luar rumah seperti biasanya? Ataukah karena sebagian besar sudah divaksin?
Dimulai dari beberapa aktivitas pendidikan melaksanakan pembelajaran tatap muka. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim menegaskan, pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dapat dilakukan saat ini tanpa harus menunggu tahun ajaran baru mendatang.
Ini dikarenakan sudah dilakukan vaksinasi kepada tenaga kependidikan. Banyak alasan lainnya, mengapa Mendikbud mengeluarkan pernyataan tersebut, mengingat mutu pendidikan masa pandemi ini sudah mulai menurun kualitasnya.
Banyak masyarakat mempertanyakan tentang kualitas dan mutu pendidikan saat ini. Orang tua tidak puas dengan kondisi dan cara belajar daring, namun keadaan yang membuat kita harus menerima kondisi ini.
Orang tua lupa bahwa pendidikan sebenarnya tidak hanya dari sekolah saja, namun pendidikan juga bisa diperoleh di lingkungan keluarga dan juga masyarakatnya. Ketiga lingkungan ini mempunyai peranan penting dalam melaksanakan pendidikan.
Keluarga adalah lingkungan pertama anak-anak belajar dengan bimbingan orang tuanya. Orang tua mengajari kemandirian kepada anak-anaknya, sehingga anak tersebut bisa bersosialisas di lingkungan sekolahnya. Di sekolah anak-anak sudah dilanjutkan pendidikannya, dengan hadirnya guru yang siap melanjutkan pengajarannya yang sesuai dengan semboyan “Trilogi Pendidikan” menurut tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Melalui semboyan ‘Trilogi Pendidikan’, Ki Hajar Dewantara telah menunjukkan bagaimana seharusnya guru mendidik muridnya.
Di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik. Selain mengajar atau mentransfer ilmu, guru harus bisa memberikan teladan kepada siswanya, setidaknya mengenai hal yang diajarkannya, yang dikenal dengan istilah “Ing ngarso sung tolodho”.
Sedangkan istilah “ Ing madyo mangun karso”, maksudnya, di tengah atau di antara murid, guru harus mampu prakarsai dan memberi ide, disini guru harus bisa memberi wawasan pengetahuan kepada siswa-siswinya.
Serta istilah “Tut wuri handayani,” yakni, dari belakang, seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan. Inilah tugas utama guru yang harus pula dilakukan yaitu sebagai motivator dan merangsang membangkitkan motivasi kepada peserta didiknya.
Jika proses tersebut berjalan dengan baik, maka akan menghasilkan produk pendidikan yang benar-benar unggul.
Sebagai orang tua yang saat ini mengharuskan menjadi guru “dadakan” bagi anak-anaknya di rumah, jika trilogi pendidikan tersebut bisa diterapkan dengan konsep yang benar tentu mutu pendidikan saat pendemik ini akan tetap terjaga.
Memang ini tidak mudah, orang tua dan guru tidak bisa berjalan sendiri, harus saling kerja sama dan membangun komunikasi yang baik.
Cita-cita luhur para tokoh pedidikan nasional Indonesia memang sangat perlu kita teladani, bagaimana perjuangan para tokoh menggerakkan pendidikan di Negara kita yang tercinta ini.
Ide dan perjuangan mereka untuk Negara Republik Indonesia di bidang pendidikan sangat perlu kita teladani.
Masa penjajahan dahulu, tokoh-tokoh yang bergerak di bidang pendidikan ini menilai pemikiran rakyat harus diisi dengan kepintaran, jika bangsa ini ingin terbebas dari belenggu penjajahan.
Oleh karena itu, tak sedikit pahlawan nasional yang berjuang membangun lembaga-lembaga pendidikan demi mencerdaskan masyarakat yang buta ilmu pengetahuan.
Memajukan pendidikan pada zaman penjajahan seperti Ki Hajar Dewantara, Dewi Sartika, K.H Ahmad Dahlan, dan lainnya perlu kita jadikan teladan. Dahsyatnya peperangan melawan penjajahan, para tokoh tersebut memikirkan bagaimana caranya membangun pendidikan di negara kita yang tercinta ini.
Sudah tentu perjuangannya tidak gampang, banyak tantangan yang dihadapi. Namun, karena kegigihan para tokoh ini mampu membangkitkan pendidikan dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada.
Sekarang bagaimana dengan kita? Sebagai pelaku pendidika, tentu ini menjadi cambuk bagi kita untuk lebih kuat lagi berjuang untuk memajukan pendidikan di bawah penjajahan wabah Covid 19 ini.
Saat ini dunia pendidikan Indonesia menghadapi tantangan besar. Proses belajar mengajarpun sudah berubah, pengelola pendidikan, dosen, guru, mahasiswa, anak didik hingga orang tua murid harus beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi karena Covid-19 masih merebak dan makin parah hingga kini.
Keadaan seperti sekarang ini, bukan saatnya kita saling menyalahkan, mencari kambing hitam, namun marilah kita bergandeng tangan bahu-membahu mencari solusi yang terbaik, agar wajah pendidikan kita tidak terpuruk terlalu jauh karena masa pandemi Covid-19 ini.
Terdapat dalam surah Alquran yang artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (Q.S Al-Mujadilah: 11).
Kita juga dapat mengambil hikmah dari kata bijak “Bantinglah otak untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya, guna mencari rahasia besar yang terkandung di dalam benda besar bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita dalam hati sanubari, yaitu pelita kehidupan jiwa”. – Al-Ghazali.
Semua ini pasti akan ada akhirnya, tidak selamanya langit itu mendung, dan yakinlah setelah hujan akan muncul pelangi yang berwarna-warni. ***
You must be logged in to post a comment.