PEKANBARU (kepriglobal.com) – Kantor advokat/pengacara The Law Office Raja Hambali SH., MH & PARTNER mengaku sampai saat belum menerima balasan surat dari Jaksa Muda Pidanan Umum (Jampidum) dan Jaksa Muda Pengawas (Jamwas) di Kejagung RI, padahal mereka sudah mengirimkan surat laporan tersebut beserta tembusannya kepada Presiden RI Bapak Joko Widodo dan Komisi III DPR-RI, dan atas Pengauduan/Laporan kami tersebut dalam kasus Pidana No. : 222/Pid.B/2022/PN.PBR atas nama Ermawati.
“Secara internal, Kejaksaan Agung RI khususnya Jampidum dan Jamwas tidak merespon apa-apa, bahkan terakhir kali kami mengirimkan surat perihal : Klarifikasi kepada Tim Eksaminisi Khusus Jampidum pun juga tambah tidak direspon,” ujar Raja Hambali.
Sebagai advokat dari Ermawati, Raja Hambali menilai dari dulu ada tersiar ditengah masyarakat yang beranggapan “bila kita berperkara melaporkan hilang kambing, maka yang hilang akan merubah menjadi sapi” tidaklah salah 100 persen.
“Artinya, keadilan itu sangat sulit didapat baginya dan mahal harganya, orang yang tidak mampu jangan coba-coba tersangkut dengan hukum melawan pihak yang kuat secara finansialnya, karena kesengasaraan dan kesusahan yang akan didapat,”ungkapnya.
Selain itu, menurut salah satu pengacara Ermawati, Feri Arisandi, SH, awal sebelum P21, penyidik Polresta Pekanbaru sudah menetapkan ibu Ermawati sebagai tersangka atas laporan PT. Cipta Damai Lestari (Jhonson) yang terkesan dipaksakan, menurutnya antara oknum penyidik di Polresta Pekanbaru, diduga sudah saling koordinasi dengan oknum jaksa tersebut.
“Makanya kita minta kepada instansi tertinggi masing masing untuk memeriksa oknum-oknum nakal ini,”kata Feri.
Dia juga mengatakan tidak akan menutup kemungkinan kantor hukum Raja Hambali SH., MH & PARTNER akan melaporkan oknum penyidik pada kasus Ermawati tersebut ke Bareskrim Polri atau ke Propam Polri.
Ermawati kepada kepriglobal.com mempertanyakan mengapa adik iparnya bernama Ilas Novera bisa menjual tanah orangtuanya (M.Nasir), sementara pembagian waris kepada Ermawati belum dibagikan.
“Pada saat itu mamak tiri saya Mundun (almh), istri ke dua bapak saya M. Nasir (alm) masih tinggal satu rumah bersama saya dan kedua adik saya satu bapak lain ibu. Abu Zaman (alm) dan Aminullah (alm) mereka anak dari ibu Mundun (almh). Sedangkan saya anak dari istri pertama dari Nurlela yang hingga saat ini masih hidup. Pada saat bapak saya masih hidup, bapak saya telah mengelola dan mengusahakan sendiri tanah tersebut, sengketa waris ini sejak tahun 60 puluhan dan belum ada dijual oleh siapapun sampai dia meninggal dunia, termasuk mamak tiri saya. setelah bapak saya meninggal (M. Nasir), mamak tiri saya mengatakan saya mau pergi dari rumah saya, sewaktu itu adik-adik saya satu bapak Abu Zaman (alm) dan Aminullah (alm) masih kecil kecil, ternyata mamak tiri saya menjual beberapa bidang tanah bapak (M.Nasir) saya, dan lalu ibu Mundun (alhm) membeli rumah hasil penjualan tanah bapak saya, setelah itu ibu Mundun menikah lagi dan tak lama setelah itu beliau meninggal dunia,”jelasnya.
“Ibu kandung saya juga pernah diperiksa di kepolisian Pekanbaru, dan menerangkan saya anak kandung dari Alm. suaminya M. Nasir, tetapi Kejaksaan Negeri Pekanbaru tetap membawa saya ke pengadilan untuk dituntut, jadi tidak mungkin saya dan ibu saya berbohong dengan mengatakan saya ini bukan anak kandung Alm. M. Nasir, seluruh di kehidupan sosial dan masyarakat sekitar dari dulu telah mengetahui bahwa saya adalah ahli waris dan anak kandung Alm. M. Nasir,”pungkasnya. kg/la’i