NATUNA – Konflik politik di ujung utara Indonesia kembali memanas. Kali ini, bukan soal program pembangunan atau kebijakan publik, melainkan perseteruan antara dua tokoh berpengaruh: Marzuki, S.H., Sekretaris Jenderal DPC Partai Gerindra Natuna sekaligus anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau, dengan Raja Mustakin suami dari Bupati Natuna, Cen Sui Lan.
Ketegangan bermula dari komentar Marzuki di grup Whatsapp “Sahabat Cermin” yang mempertanyakan pembentukan Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TPPD). Ia menyebut pembentukan tim tersebut tidak melibatkan Wakil Bupati Natuna yang juga Ketua DPC Partai Gerindra.
“Ini tidak etis. Kami sebagai partai pengusung harus tahu prosesnya. Wakil Bupati adalah Ketua DPC kami,” ujar Marzuki saat ditemui di Mapolres Natuna, Senin (26/5/2025).
Pernyataannya memicu respons keras dari Raja Mustakin. Dalam percakapan yang disebut berlangsung di luar ruang publik, Raja Mustakin diduga melontarkan ucapan bernada merendahkan.
“Dia bilang saya tidak tahu diri, tidak tahu ukuran baju. Saya merasa terhina. Saya sudah tanya maksudnya, tapi dia tidak menjawab. Diam itu bukan emas dalam situasi ini,” tegas Marzuki.
Puncak ketegangan terjadi pada Senin pagi (26/5/2025), saat Marzuki resmi melaporkan Raja Mustakin ke Polres Natuna. Laporan tersebut tercatat dengan nomor: LP/B/24/V/2025/SPKT/Polres Natuna/Polda Kepulauan Riau. Ia didampingi sejumlah kader Gerindra dan anggota DPRD Natuna, yakni Dedi Yanto dan Dardani.
“Langkah ini sudah saya konsultasikan ke Ketua DPD Gerindra dan telah mendapat restu. Saya tegaskan—tidak ada kata damai,” kata Marzuki.
Perseteruan ini menambah dinamika politik di Natuna, yang kini tidak hanya diramaikan isu pembangunan dan layanan publik, tapi juga konflik personal yang menyeret institusi partai dan keluarga kepala daerah.
Publik pun menanti kelanjutan kasus ini: apakah akan berlanjut ke proses hukum, atau justru menjadi babak baru dalam panggung politik lokal menjelang kontestasi 2029?
“Perang ini bukan basa-basi. Ini soal harga diri,” tutup Marzuki. (KG/IK)