NATUNA – Hujan deras sejak pagi membasahi Ranai, Natuna. Angin laut membawa aroma asin menembus dinding Museum Sriserindit. Namun, di tengah cuaca muram itu, denting gong, ketukan gendang, dan alunan musik tradisi menggema, memanggil kembali masa lalu.
Di dalam museum, puluhan siswa SMA bersama guru pendamping berkumpul mengikuti lokakarya Tari Mendu – seni pertunjukan khas Natuna yang nyaris terlupakan. Wajah mereka memancarkan tekad untuk menghidupkan kembali warisan leluhur.
Di sudut ruangan, Dinda, guru SMA Negeri 1 Ranai, tampak sibuk membimbing siswanya. Sesekali ia membetulkan posisi tangan, memperbaiki langkah, atau memberi semangat kepada yang mulai lelah.
“Tiga hari ini luar biasa. Saya belajar langsung dari maestro. Mereka bukan hanya mengajarkan gerak, tapi juga cerita, makna, dan jiwa Mendu itu sendiri,” ujarnya.
Awalnya, para siswa terlihat kikuk. Bahasa pengantar yang digunakan para maestro membuat sebagian dari mereka harus beradaptasi. Namun, Dinda membagi peserta ke dalam tiga kelompok – pemusik, penari, dan aktor teater – sehingga ritme latihan perlahan terbentuk.
Di antara peserta, Satria, siswa SMAN 1 Bunguran Timur, mengaku terpesona. “Dulu saya tidak tahu apa-apa soal Mendu. Sekarang malah ketagihan. Rasanya tidak ada capeknya,” katanya sambil tersenyum, peluh membasahi pelipisnya.
Bagi Satria, Tari Mendu bukan sekadar pelajaran seni, melainkan perjalanan menemukan identitas dan memahami akar budaya sendiri.
Besok, sekitar 50–60 peserta akan berlayar ke Kecamatan Pulau Tiga untuk menampilkan hasil latihan – pertunjukan utuh Tari Mendu lengkap dengan musik dan drama. Di hadapan warga dan laut Natuna, suara gendang akan berpadu dengan tepuk tangan penonton.
Bagi sebagian masyarakat, inilah mungkin pertama kalinya mereka menyaksikan Tari Mendu dibawakan generasi muda.
Lokakarya tiga hari ini menjadi langkah awal. Dinda, Satria, dan para peserta lainnya berharap kegiatan serupa akan terus berlanjut. Mereka sadar, budaya yang tidak diwariskan akan perlahan hilang, tergilas zaman dan tergantikan layar ponsel.
Di Museum Sriserindit, semangat Tari Mendu telah bangkit kembali. Kini, tantangannya adalah menjaga nyala itu agar tak pernah padam. (KG/IK)