LINGGA – Suara lantang kembali datang dari tokoh masyarakat Singkep Barat, Harmady Halim, yang juga Ketua Forum Peduli Masyarakat Kecamatan Singkep Barat. Ia menegaskan, legalitas tambang rakyat bukan sekadar kebutuhan administratif, melainkan urat nadi kehidupan ribuan warga yang selama ini bertaruh tenaga demi sesuap nasi.
“Jangan tutup mata. Ada ibu-ibu yang mendulang bersama anaknya hanya demi mendapatkan 1 kilogram timah senilai Rp134 ribu. Hasil itulah yang menentukan apakah mereka bisa makan keesokan harinya,” ujar Harmady dengan nada tegas.
Harmady mengingatkan, Kabupaten Lingga khususnya Dabo Singkep sejak lama dikenal sebagai salah satu penghasil timah terbesar di Indonesia. Namun ironisnya, hingga kini para penambang rakyat masih berada di ruang abu-abu hukum.
Padahal, jauh sebelumnya usulan dari koperasi maupun swasta sempat diajukan sebanyak 7 blok tambang. Bahkan saat Bupati Lingga bertemu dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, ruang itu justru diperluas menjadi 10 blok tambahan titik koordinat.
Sayangnya, proses tersebut kemudian terhenti di tengah jalan. Diduga karena kendala teknis dan birokrasi, berkas perizinan itu tak kunjung ditindaklanjuti. Harmady menilai, inilah momentum tepat untuk menjemput kembali proses legalisasi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang telah dipastikan tidak berbenturan dengan kawasan hutan lindung.
“Ini peluang nyata. Tinggal pemerintah segera dorong agar WPR tersebut benar-benar ditetapkan menjadi Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Jangan biarkan masyarakat terus digantung tanpa kepastian. Mereka butuh bekerja aman, legal, dan bermartabat,” tegasnya.
Data di lapangan mencatat, hampir seribu penambang tradisional menggantungkan hidup dari tambang rakyat. Dalam satu mesin, rata-rata terdapat 10 hingga 11 pendulang. Dari anak sekolah yang bekerja di hari libur demi biaya pendidikan, hingga para ibu rumah tangga yang rela turun ke lumpur membantu suami menambah penghasilan.
Harmady menilai, keberadaan tambang rakyat sejatinya bisa menjadi jalan keluar mengurangi kemiskinan jika dikelola dengan benar. Payung hukum yang jelas akan menghentikan praktik “buka-tutup tambang” yang selama ini membuat rakyat resah.
“Jika legalitas diberikan, koperasi bisa menampung hasil secara resmi, swasta pun bisa bermitra dengan masyarakat, dan negara mendapat pemasukan. Semua diuntungkan, terutama rakyat kecil yang selama ini berjuang dalam ketidakpastian,” pungkasnya (As/kg)











