LINGGA – Persoalan tambang rakyat di Dabo Singkep, Lingga, seakan tidak pernah tuntas. Wilayah yang pernah berjaya sebagai penghasil timah terbesar selain Bangka, Sumatera Selatan, sejak 1812 hingga 1992 itu kini hanya menyisakan cerita panjang penuh ketidakpastian.
Hingga hari ini, masyarakat kecil masih menggantungkan hidup pada penambangan tradisional. Namun, aktivitas tersebut berlangsung dengan status ilegal, memaksa mereka terus dibayang-bayangi rasa takut dan risiko hukum.
Satuan Siswa Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila (SAPMA PP) Kabupaten Lingga angkat suara. Ketua SAPMA PP, Muhammad Ilham, menegaskan bahwa lambannya peralihan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) menjadi Izin Pertambangan Rakyat (IPR) telah menjadi beban serius bagi masyarakat bawah.
“Kalau ini terus dibiarkan, rakyat yang menanggung derita. Mereka tidak bisa bekerja dengan tenang, padahal menambang sudah menjadi mata pencaharian turun-temurun. Pemerintah daerah, provinsi, hingga pusat harus segera mempercepat legalisasi izin usaha pertambangan rakyat (IUPR),” tegas Ilham kepada media, Senin (16/09/2025).
Ia menilai kondisi saat ini telah membuat banyak penambang berhenti beraktivitas, sehingga ekonomi keluarga semakin terpuruk. Padahal, di tengah sulitnya mencari penghasilan, masyarakat hanya berharap bisa menambang dengan status hukum yang jelas.
Ilham juga menyoroti pernyataan Bupati Lingga dalam dialog publik pekan lalu, yang menyebutkan bahwa proses administrasi menuju IPR masih berjalan. Namun, ia menilai hal tersebut tidak cukup memberi kepastian.
“Proses yang berlarut-larut hanya menambah keresahan. Masyarakat butuh jawaban konkret: kapan izin benar-benar terbit. Tanpa kepastian, aktivitas tambang rakyat akan terus berada di ruang abu-abu,” pungkasnya. (Kg/as)