DUMAI (MK) – Di tengah deru perkembangan Dumai sebagai kota pelabuhan strategis di bibir Selat Malaka, dunia kesenian lokal membutuhkan sosok pemimpin yang mampu menjembatani tradisi dan modernitas. Ekspektasi ini mengemuka jelang helat Musyawarah Daerah (Musda) Pemilihan Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kota Dumai yang akan berlangsung pada Senin, 9 Juni 2025, di Dumai.
Agoes Budianto, yang lebih dikenal sebagai Agoes S. Alam, muncul sebagai kandidat yang paling memenuhi kriteria untuk memimpin Dewan Kesenian Dumai ke depan. Figur yang satu ini telah membuktikan komitmennya melalui berbagai inisiatif nyata. Agoes adalah kombinasi dari aktivis, budayawan, dan kolaborator seni yang secara konsisten menerapkan prinsip “seni untuk semua” yang menjadi filosofi dasar kiprahnya.
Prof. Dr. Yusmar Yusuf, M.Phil, fenomenolog dan Guru Besar FISIP Universitas Riau, memberikan penilaian mendalam tentang sosok yang dibutuhkan untuk memimpin Dewan Kesenian di era disrupsi ini. Menurutnya, Dumai memerlukan pemimpin yang memiliki visi inklusif sekaligus futuristik – seseorang yang mampu merawat akar budaya Melayu sambil membuka diri terhadap inovasi digital. “Ketua Dewan Kesenian ideal harus seperti air laut di Selat Malaka yang tetap asin meski terus menerima aliran sungai-sungai peradaban dari berbagai penjuru,” ujar Prof. Yusmar.
Ketajaman visinya terlihat dari gagasan spektakulernya untuk meluncurkan Festival “Dumai Metaverse” suatu saat. Terobosan ini menurut Agoes adalah yang pertama di Dumai dengan menyatukan seni pertunjukan tradisional dengan teknologi virtual reality. Inovasi ini menurutnya tidak hanya akan mendapatkan apresiasi dari kalangan seniman lokal, tetapi juga menarik perhatian komunitas digital nasional.
Agoes menjelaskan, persoalan yang dihadapi Dumai sebagai kota industri multikultural memang kompleks. Di satu sisi, ada ancaman homogenisasi budaya di tengah arus globalisasi. Di sisi lain, kesenjangan teknologi antara seniman urban dan pedesaan semakin melebar. Belum lagi potensi seni sebagai alat diplomasi budaya di kota pelabuhan internasional seperti Dumai yang belum tergarap optimal.
Menjawab tantangan ini, Agoes menawarkan konsep “cultural power” – seni sebagai kekuatan budaya yang mampu mempertahankan identitas sekaligus merangkul kemajuan. “Kita harus memastikan bahwa perkembangan teknologi seperti AI tidak menggerus nilai-nilai dasar kesenian kita, tetapi justru menjadi alat untuk memperkuatnya,” ujarnya.
Prof. Yusmar Yusuf melihat pendekatan Agoes ini selaras dengan kebutuhan zaman. “Dalam perspektif fenomenologi, kesenian adalah dunia kehidupan yang nyata. Pemimpinnya harus mampu menjadi mediator yang menghubungkan dunia tradisional Dumai dengan sistem modern, dan Agoes memiliki kapasitas itu,” jelas guru besar yang dikenal dengan pemikiran filosofisnya ini.
Pemilihan Ketua Dewan Kesenian Dumai ini menjadi momen penting bagi masa depan kesenian di kota ini. Dengan visinya yang jelas dan rekam jejak yang solid, Agoes S. Alam diyakini mampu mengubah Dewan Kesenian dari sekadar lembaga formal menjadi rumah bersama yang hangat bagi semua insan seni – tempat di mana seniman tradisional bisa berdialog setara dengan pekerja kreatif digital, di mana nelayan penyair bisa berkolaborasi dengan programmer muda, dan di mana kearifan lokal bisa bersinergi dengan inovasi global.
Seperti simpul Prof. Yusmar, “Dumai adalah mutiara budaya di bibir Selat Malaka. Seninya membutuhkan penjaga yang bisa merawat keasliannya sekaligus memancarkan kilaunya ke seluruh dunia. Dan saya yakin, Agoes S. Alam adalah sosok yang dimaksud.”. KG/RO
You must be logged in to post a comment.