Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah di Natuna Belum Optimal, Dekan UNIBA Minta Pemerintah Segera Bertindak

Foto:istimewa

BATAM – Potensi Kabupaten Natuna di Provinsi Kepulauan Riau sangat fantastik dan fenomenal di Benua Asia. Hal ini merupakan sumber daya, aset dan modal serta kekayaan nasional.

Betapa tidak, dengan luas wilayah 99 persen lautan, 1 persen adalah daratan dan berbatasan dengan beberapa negara asing. Ditambah lagi potensi sumber daya alamnya berupa minyak dan gas bumi (migas) di geofrafis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga secara empiris di lapangan banyak sekali mengandung potensi sumber daya alam.

“Karena itu, Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan potensi sumber daya nasional, harus mendapatkan perlindungan hukum berkelanjutan oleh negara/pemerintah berdasarkan amanat dan perintah konstitusi dan konstitisionalisme secara bertanggungjawab,” ujar Dekan Fakultas Hukum UNIBA Idham seperti dilansir sentralberita.com, Sabtu (7/5/2022).

Namun dalam penyelenggaraan kegiatan pendaftaran dan konsolidasi tanah khususnya di Kabupaten Natuna, kenyataannya sampai saat ini belum dilaksanakan oleh negara/pemerintah secara maksimal dan konkrit di lapangan, terutama pada beberapa titik dan lokasi pulau-pulau kecil. Demikian juga pada sebagian besar wilayah pesisir.

Bahkan secara objektif telah terjadi ketimpangan (gap phenomena) antara apa yang seharusnya diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan (das sollen), dengan keadaan yang ada di lapangan (das sein), sebagaimana yang ditulisnya dalam jurnal berjudul: “Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam Prespektif Perlindungan Potensi Sumber Daya Nasional dan Meneguhkan Kedaulatan Bangsa”.

Harusnya dan perlu dalam pelaksanaanya di lapangan dengan pendekatan ekosistem konstruksi paradigma politik hukum di bidang keagrariaan/pertanahan, sebagai postulat atau dasar pelaksanaannya berdasarkan ketentuan yang bersifat paradigmatik operasional.

Menurut mantan anggota DPR RI ini, salah satu dasar hukum yang penting adalah berdasarkan amanat dan ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lazim disingkat dan disebut dengan istilah UUPA.

Khususnya dalam hal pelaksanaan dan/atau implementasi pendaftaran tanah, yang terkait mengenai dasar politik hukumnya secara paradigmatik operasional, adalah mengacu dan berdasarkan kepada amanat dan ketentuan sebagaimana yang terecantum dalam Pasal 19 UUPA, dimana secara tegas menyatakan bahwa: Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah di seluruh wilayah Republik Indonesia sesuai ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

“Sesuai dengan regulasi terbaru yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021, tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6630,” jelas doktor bidang hukum ini.

Implementasi dan pengejawantahan politik hukum, pendaftaran dan konsolidasi tanah yang dilaksanakan secara praktis operasional di lapangan, terutama dari dimensi dasar hukumnya, Idham mengakui telah ada dan sudah dibuat sedemikan rupa oleh pemerintah.

Hanya saja, pada kenyataannya di lapangan, terutama di wilayah Kabupaten Natuna, yang kondisi geografisnya banyak terdiri dari pulau-pulau kecil, demikian juga wilayah pesisirnya sangat luas, lautannya 99 persen dan luas wilayah daratan hanya 1 persen, ternyata pelaksanaan pendaftaran dan konsolidasi tanah di Kabupaten Natuna tersebut belum dilaksanakan secara optimal oleh pemerintah.

Oleh karena itu, Dekan Fakultas Hukum UNIBA ini menyarankan dan mengharapkan, pemerintah mempunyai perencanaan yang komprehensif, bahwa kegiatan dan penyelenggaraan pendaftaran dan konsolidasi tanah di Kabupaten Natuna tidak boleh untuk ditunda-tunda lagi, mengingat di wilayah Natuna banyak sekali mengandung potensi sumber daya nasional sebagai aset dan modal pembangunan bagi bangsa dan negara Indonesia.

“Pendaftaran dan konsolidasi tanah sangat penting dan segera dilaksanakan di wilayah Kabupaten Natuna yang wilayahnya sebagian besar pesisir dan pulau pulau kecil dan berbatasan dengan negara asing. Sejatinya harus dilaksanakan dalam dimensi konstitusionalisme berkelanjutan, tujuan utamanya adalah untuk memberikan perlindungan secara permanen dan berkelanjutan,” jelas Idham seraya menjelaskan hal tersebut dilakukan untuk prespektif.

Pertama, meneguhkan prinsip kedaulatan rakyat. Kedua, meneguhkan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan ketiga, meneguhkan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.

Dalam melaksanakan pendaftaran dan konsolidasi tanah, khususnya di Kabupaten Natuna, kata Idham, secara teknis harus mempedomani dan berdasarkan ketentuan yang telah diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Natuna mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yaitu berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Natuna Nomor 18 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Natuna 2021-2041.

“Saya menegaskan bahwa kegiatan dimaksud, tidak dapat ditunda-tunda lagi oleh pemerintah, dan pemangku kepentingan lain yang terkait denga acuan pelaksanaannya harus mengutamakan prinsip paradigmatik konstitusional, yaitu untuk meneguhkan amanat konstitusionalisme secara fokus, bertanggungjawab dan dilaksanakan secara berkelanjutan, meneguhkan paham kedaulatan rakyat dan sekaligus meneguhkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, meneguhkan prinsip gotong royong ikhlas lahir batin, kaffah dan membumi dan sekaligus meneguhkan prinsip kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tuturnya.

Selanjutnya, Idham menjelaskan, hal tersebut dilakukan sebagai aspek dukungan atas peraturan perundang-undangan sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lazim disingkat UUPA.

Kemudian, nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa dan negara Indonesia yaitu prinsip gotong royong, yang sejatinya adalah merupakan inti yang paling mendasar terhadap keberadaan dan eksitensi Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa dan jiwa/kepribadian bangsa dan Negara Republik Indonesia. (KG/sb)