BATAM – Peredaran rokok tanpa pita cukai di Batam semakin marak, dengan merek H&D menjadi yang paling dominan. Rokok ini tidak hanya ditemukan di warung-warung di permukiman padat penduduk, tetapi juga diduga telah merambah minimarket di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Menurut Bea Cukai, keberadaan rokok tanpa pita cukai melanggar Pasal 54 Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Ancaman hukuman bagi pengedar cukup berat, yaitu pidana penjara satu hingga lima tahun atau denda antara dua hingga sepuluh kali nilai cukai yang harus dibayar.
Sejak 17 Mei 2019, Pemerintah mencabut pembebasan cukai rokok di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) atau Free Trade Zone (FTZ). Namun, pengawasan di lapangan masih diduga lemah, sehingga rokok ilegal tetap beredar bebas.
Harga rokok tanpa pita cukai yang lebih murah menjadi alasan utama konsumen memilih produk ini. “Ketika keuangan menipis, rokok H&D jadi solusinya,” ujar Putra, warga Batam yang sering membeli rokok tersebut.
Selain itu, Putra juga mengaku tidak terlalu susah untuk menemukan penjual rokok H&D. “Rokoknya juga mudah didapat, ada di warung-warung,” terangnya. Harganya sendiri berkisar dari Rp9.000 hingga Rp12.000, tergantung tempat pembelian.
“Sebagai perokok, kita kan tetap ingin ‘berasap’, walaupun rasanya sebenarnya tidak enak. Tapi lumayan dengan uang Rp10.000 dapat sebungkus,” ungkapnya.
Sementara itu, Riki, seorang perokok lainnya, mengaku tidak pernah membeli H&D karena rasanya yang tidak enak. “Walaupun murah, saya lebih mending beli rokok lain per batang,” pungkasnya.
Seorang pemilik kios di Kecamatan Batuaji mengakui menjual rokok tanpa pita cukai, meski ia tidak berani memajangnya seperti rokok bermerek lainnya. Ia mengaku tidak tahu bahwa rokok tersebut ilegal. “Kami hanya tahu orang banyak cari rokok ini. Namanya berdagang, ya kami coba penuhi permintaan konsumen,” ujarnya.
Peredaran rokok tanpa pita cukai juga menjalar ke daerah lain di Provinsi Kepulauan Riau dan bahkan ke provinsi lain yang dekat dengan Kepri. Selama semester pertama tahun 2022 yang lalu, Bea Cukai Batam telah melakukan 77 penindakan terhadap rokok ilegal dengan total 3.862.948 batang yang bernilai Rp10,22 miliar. Kerugian negara akibat rokok ilegal ini ditaksir mencapai Rp6,81 miliar.
Meskipun Bea Cukai Batam mengklaim telah melakukan berbagai upaya, termasuk operasi gabungan dengan aparat penegak hukum lainnya, peredaran rokok ilegal tetap tinggi. Barata, seorang tokoh masyarakat, menyatakan bahwa kerugian negara akibat pembiaran ini sudah sangat besar. “Ini sudah lama terjadi tetapi terkesan ada pembiaran. Artinya, kerugian negara yang timbul sudah sangat banyak,” katanya.
Parsaoran juga menyoroti kemudahan seharusnya bagi Bea Cukai dalam menindak pabrik rokok ilegal yang disinyalir berada di Batam. “Kan perusahaannya di Batam? Apa susahnya untuk menindak. Masalahnya, ada kemauan tidak dari sana?” tambahnya.
Dengan kerugian negara yang semakin besar, perlu ada tindakan yang lebih tegas dan berkelanjutan dari pihak berwenang untuk menekan peredaran rokok ilegal di Batam dan sekitarnya. Penegakan hukum yang konsisten dan operasi yang lebih intensif diperlukan untuk mengatasi masalah ini, agar penerimaan negara dari cukai dapat ditingkatkan dan dampak negatif dari rokok ilegal dapat diminimalisir. kg/hum